Kamis, 12 Februari 2015

Pergilah Saja

Andai ada yg terbaik
Bila memang ada yg terhebat ,...
Kalau tercipta selalu mesti bersama..
Jika kekal menjadi salah satu unsur dunia ...
Pasti takkan pernah terucap kata ...
Selamat tinggal ...
Tak setiap waktu aku bisa,
Menahan luka mengetuk pintu hati dan membuka jendela,
Tak setiap saat ku sungging senyum sembunyikan,
Getir dari torehan perih yg begitu dalam ....
Di depanmu...
Aku tak ubahnya rentan kulit dari wayang ...
Di atas panggung pagelaran,
Yg sibuk bersandiwara ....
Bercerita ... tentang ramenya sebuah legenda
Mungkin sudah tak lagi berbekas ukiran percaya ...
Atau selubung curiga menutupi tabir gerai-gerai renda rindu ...
Siangi perdu-perdu Cinta yg begitu subur di hatiku, ...
Menjadi satu tangkai mawar,
Tanda dari saatnya kita harus berpisah ...
Tumbuh ... menguncup ... mekar ....
Kemudian melayu ....
Mati berkalang tanah terkapar ...
Tak lagi diingat ...
Kering .... layak di buang ...
Sisakan bait-bait dalam lembar-lembar kenangan ....
Tak seperti mendung yg setia kepada rintik air hujan
Pergilah saja ...
Pamitmu telah ku restui sejak dulu ...
Sadarilah ...
Kalau Aku ..... memang bukan Untukmu ...

Rindu Yang Terus Terjeda

 Malam itu aku berpura-pura meninggalkanmu yang membuatku terjerat dalam pekat
Aku berangkat menuju puncak malam tak ada yang kubawa, selain rekaan jutaan nalam

Jemariku menyela bulir-bulir fantasi dari hati yang pernah terbakar sebab aku yang tak henti mengejar dan kamu yang terus merupa puisi selembar di puncak bulan

aku buka selembar peraduan Aku menyesal, lelah, Untuk terus berpura-pura sebab akhir-akhir ini musim-musim lenyap sepanjang tahun aku merupa pohon tak berdaun Kekasih yang tak kunjung tersamun berlembar-lembar kisah tetap tak bergaun

Disini juga tak ada pena sehingga kupilih ranting yang terjuntai dijendela
untuk menulis rindu yang terus terjeda.